10 Suku di Kepulauan maluku - Lanjar
10 Suku di Kepulauan maluku
1.Suku Ambon
Sumber: id.wikipedia.org
Suku Ambon sendiri merupakan campuran
Austronesia Papua yang berasal dari Pulau Ambon, Saparua, Nusalaut, Haruku, dan
Seram Barat. Dengan mayoritas suku menganut adama Kristen Protestan dan Islam.
Masyarakat Suku Ambon dalam kesehariannya
menggunakan bahasa Ambon dalam berkomunikasi. Bahasa Ambon sendiri masih
termasuk dalam dialek bahasa Melayu, namun hanya digunakan di wilayah Provinsi
Maluku.
2.Suku Kei
Sumber: hasanudinnoor.blogspot.com
Suku Kei menyebut dirinya sebagai Evav.
Mayoritas masyarakat Suku Kei telah memeluk agama, seperti Islam dan Kristen.
Namun, sebagian dari mereka masih ada yang menganut kepercayaan terhadap roh
dan kekuatan ghaib. Menurut penganut kepercayaan ini, mereka percaya bahwa roh
dapat mendatangkan kebahagiaan dan kesusahan. Oleh karena itu, setelah mereka
melakukan upacara kecil di lingkungan keluarga, biasanya dilanjutkan upacara
besar. Dengan tujuan membersihkan negeri secara massal.
Dalam garis keturunan, Suku Kei menganut garis
keturunan patrilineal. Dan dalam hubungan kekerabatan, mereka menganut azas
primogenitur. Yang mana hak anak sulung atau golongan senior diutamakan.
3.Suku Nuaulu
Sumber: tiras.id
Suku Nuaulu mendiami bagian selatan tengah
Pulau Seram, Maluku. Suku ini juga disebut sebagai Noaulu atau Naulu. Dimana,
kata “noa” memiliki arti sungai, sementara “ulu” berarti hulu. Jadi jika
diartikan, Suku Noaulu adalah masyarakat yang mendiami hulu sungai Noa.
Masyarakat Suku Noaulu dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu kelompok selatan dan utara. Kelompok selatan mendiami enam desa
di pantai selatan dan pedalaman Kabupaten Amahai. Serta untuk kelompok utara
menghuni dua desa di pantai utara Pulau Seram Tengah.
Suku Noaulu menganut agama nenek moyang, yang
disebut dengan agama Noaulu atau Nurus. Mereka menyebut Tuhan mereka dengan
Upuku Anahatana. Dalam sistem kepercayaannya, Suku Noaulu berhubungan dengan
Tuhan secara tidak langsung, melainkan dengan perantara.
Mereka pun masih melakukan ritual – ritual
seperti pataheri dan pinamou. Pataheri adalah ritual untuk laki – laki Suku
Naoulu yang dianggap telah dewasa. Sedangkan Pinamou adalah ritual menuju
dewasa baik laki – laki maupun perempuan.
4.Suku tidore
Sumber: haloedukasi.com
Suku Tidore berdomisili di Provinsi Maluku
Utara, ras asli dari Suku Tidore adalah Melanesia. Yang mana, saat masa
penjajahan Belanda dulu, Tidore adalah daerah Kesultanan.
Budaya
yang kental dijalankan oleh Suku Tanimbar adalah budaya Duan – Lolat. Budaya
ini berhubungan dengan status sosial dari hubungan perkawinan. Dimana, dalam
budaya Duan – Lolat, perkawinan menjadi dasar dalam menentukan status
Masyarakat Suku Tidore
sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan. Hasil laut yang biasa
didapatkan adalah cumi – cumi, teripang, dan ikan tongkol. Kemudian, hasil laut
ini biasanya dijual ke Ternate. Selain nelayan, ada juga masyarakat yang
bekerja sebagai petani dan berladang. Hasil komoditas pertanian dan ladang
berupa ubi kayu, padi, jagung, ubi jalar, pala, kopra, dan cengkeh.
Karena dulunya
merupakan kesultanan, Suku Tidore sebagian besar memeluk agama Islam. Tak heran
jika banyak masjid dan surau yang ada di Tidore.
Bahasa yang digunakan
Suku Tidore untuk komunikasi sehari – hari adalah bahasa Tidore. Namun, ada
juga yang menggunakan bahasa Ternate sebagai bahasa penuturnya.
Dalam adat istiadat
dan budaya, Suku Tidore memiliki pakaian adat yang bernama manteren lamo.
Biasanya, pakaian ini digunakan oleh sultan, yang terdiri dari celana panjang
hitam dengan bis merah memanjang. Bagian atas adalah jas tertutup dengan
kancing besar dari perak, jumlah kancingnya pun harus tepat sembilan. Dan di
bagian leher jas, ujung tangan, dan saku jas, berwarna merah.
Sementara untuk wanita
Suku Tidore, pakaian adatnya adalah kimun gia atau kebaya panjang. Pakaian ini
digunakan oleh wanita keluarga raja. Dimana, pakaian ini terbuat dari kain
satin berwarna putih dengan ikat pinggang dari emas. Ada juga pakaian untuk
remaja yang bernama baju koja. Yaitu jubah panjang dengan warna – warna muda.
Biasanya, dipasangkan dengan celana panjang putih atau hitam. Serta penutup
kepala bernama toala palulu.
Rumah adat Suku Tidore
adalah fola sowohi. Atap rumah fola sowohi terbuat dari rumbia, dengan bangunan
berbentuk bidang geometris empat persegi panjang dan berlantai tanah.
5.Suku
Ternate
Sumber: sultansinindonesieblog.wordpress.com
Suku Ternate
berdomisili di Pulau Ternate, yang masuk dalam provinsi Maluku Utara. Selain di
Pulau Ternate, ada juga yang mendiami Pulau Obi dan Pulau Bacan.
Dalam kesehariannya,
Suku Ternate menggunakan bahasa Ternate. Bahasa ini termasuk dalam kelompok
bahasa non-Austronesia. Masyarakat Suku Ternate sebagian besar beragama Islam
Sunni, dan sebagian kecil yang menganut agama Kristen Protestan.
Masyarakat Ternate
bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Dalam bertani, masyarakat
biasanya menanam sayur mayur, kacang – kacangan, ubi kayu, ubi jalar, dan padi.
Ada juga tanaman keras seperti pala, cengkeh, dan kelapa.
6.Suku
Tobelo
Sumber: gurupendidikan.co.id
Suku Tobelo
berdomisili di semenanjung bagian utara Pulau Halmahera dan di sebagian daratan
Pulau Morotai. Sementara lainnya tersebar ke berbagai tempat. Sebagian besar
masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Dengan komoditas utamanya
padi, jagung, sayur, kacang – kacangan, pisang, dan tebu.
Tidak hanya bertani di
ladang, masyarakat juga ada yang menanam hasil hutan seperto damar dan rotan.
Serta berkebun kelapa, cengkeh, dan damar. Selain bertani, ada juga masyarakat
yang menekuni dunia perikanan dengan menjadi nelayan. Menangkap ikan di laut
atau berburu binatang liar seperti babi hutan dan rusa dengan menggunakan
tombak dan jerat.
Suku Tobelo menggunakan
bahasa Tobelo dalam komunikasi sehari – harinya. Terdapat enam dialek yang
digunakan dalam bahasa ini, yaitu Boeng, Heleworuru, Dodinga, Danau Paca,
Popon, dan Kukumutuk. Untuk kepercayaan saat ini, Suku Tobelo menganut agama
Kristen Protestan, yang dibawa oleh misionaris Amerika.
Sebelumnya, Suku
Tobelo menganut agama tradisional, yang berorientasi ada pemujaan roh nenek
moyang dan dewa – dewa. Uniknya, anak – anak Suku Tobelo diberi nama
berdasarkan nama pohon yang terdekat dimana mereka dilahirkan. Ketika nanti
meninggal, jasadnya akan diletakkan di dekat pohon.
7.Suku
Togutil
Sumber: seringjalan.com
Suku Togutil termasuk juga
sebagai Suku Tobelo Dalam. Suku Togutil hidup di hutan – hutan secara nomaden
di sekitar Hutan Totodoku, Tukur – Tukur, Lolobata, Buli, dan Kobekulo. Hutan –
hutan ini masih termasuk dalam Taman Naisonal Aketajawe-Lolobata, Kabupaten
Halmahera Utara, Maluku Utara.
Uniknya, masyarakat
Suku Togutil sendiri tidak ingin disebut sebagai orang Togutil. Karena, Togutil
memiliki makna konotatif yang artinya “terbelakang”.
Suku Togutil hidup
bergantung dengan alam. Dimana, mulai dari bermukim hingga memenuhi kebutuhan
sehari – hari diambil dari alam. Dimana kegiatan sehari – hari mereka dengan
memukul sagu, berburu babi dan rusa, mencari ikan, serta berkebun.
Kebun – kebun Suku
Togutil ditanami dengan ketela, ubi jalar, pisang, tebu, dan pepaya. Selain
itu, cara berkebun suku ini masih nomaden dan berpindah – pindah. Selain itu,
Suku Togutil juga telah mengenal jual beli, yaitu dengan mengumpulkan telur
megapoda, tanduk rusa, dan damar yang dijual pada orang pesisir.
8.Suku
Rana
Sumber: wikiwand.com
Suku Rana merupakan
suku yang berdomisili di Pulau Buru, tepatnya di sekitar Danau Rana. Ciri fisik
orang Rana yaitu memiliki tinggi antara 1,50 – 1,60 cm. Dengan kulit sawo
matang, mata tidak terlalu tipis, bibir sedang tidak tebal, serta rambut kejur
atau kaku.
Orang Rana bermata
pencaharian sebagai petani ladang. Dengan bercocok tanam secara tradisional,
seperti tebang bakar dan ladang berpindah. Komoditas tanaman yang ditanam
adalah jagung, padi, ubi – ubian, kacang, hotong, dan ketela. Selain itu, Suku
Rana juga beternak ayam, kambing, serta babi. Serta mereka juga meramu hasil
hutan berupa damar dan rotan.
Suku Rana memiliki
tradisi wahadegan saat panen tiba. Tradisi ini yaitu memakan hasil panen
bersama – sama seluruh warga kampung. Jika hasil berlebih, maka kampung
tetangga akan diundang ke acara wahadegan. Jadi, hasil panen Suku Rana tidaklah
dijual.
Bahasa yang digunakan
untuk komunikasi sehari – hari adalah bahasa Liam – liam. Sementara ketika
upacara adat berlangsung, bahasa yang digunakan adalah bahasa Liam Garam. Hanya
10% penduduk yang dapat berbahasa Indonesia, yang mana hanya digunakan untuk berkomunikasi
dengan pendatang dari luar suku.
Dari segi budaya, Suku
Rana memiliki pakaian khas berupa kebaya dan sarung. Laki – laki Suku Rana juga
mengenakan gelang dan cincin untuk menolak bala dan penyakit. Sementara untuk
wanita mengenakan kalung, gelang, dan cincin sebagai hiasan dan daya tarik.
Untuk rumah adat, Suku Rana memiliki rumah yang terbuat dari kayu, dengan tiang
kayu berbentuk bulat. Dinding rumah terbuat dari kulit kayu atau rumbia, dan
beberapa berbentuk rumah panggung.
Suku Rana yang tinggal
di pesisir pantai lebih maju dari Suku Rana di pedalaman hutan. Hal ini
dicirikan dengan pakaian adat yang digunakan oleh Suku Rana daerah pesisir,
yang berupa kebaya dan sarung tersebut. Selain itu, Suku Rana di daerah pesisir
juga telah memeluk agama, yaitu Kristen dan Islam. Sementara yang tinggal di
pedalaman masih mempercayai animisme.
9.Suku
Sahu
Sumber:kumparan.com
Suku Sahu atau biasa
dikenal dengan Suku Sau adalah suku yang berdomisili di Kota Jailolo, Kabupaten
Halmahera Barat, Maluku Utara. Mayoritas Suku Sahu adalah penganut agama
Kristen Protestan, sementara sebagian kecilnya beragama Islam. Mereka hidup
rukun dengan keberagaman ini.
Mata pencaharian Suku
Sahu adalah dengan bertani sawah. Dalam hal ini, ada acara adat Suku Sahu yang
dinamakan “Orom Toma Sasadu”, yang artinya “makan di Sasadu”. Acara ini
diselenggarakan sebagai ucapan syukur kepada Tuhan atas panen yang mereka
dapatkan.
Selain itu, masyarakan
Suku Sahu juga memiliki makanan khas bernama Nasi Jala atau Nasi Kembar. Cara
membuatnya hampir sama dengan membuat lemang. Dimana, beras dibalut dengan daun
pisang, kemudian dimasukkan ke dalam bambu ukuran satu meter, lalu dibakar
dengan arat atau batok kelapa. Dan minuman khas bernama Saguer, yang merupakan
arak. Dimana minuman ini biasanya ada saat acara adat.
Suku Sahu memiliki
rumah adat yang disebut dengan Rumah Adat Sasadu. Rumah adat ini dibangun tanpa
menggunakan paku. Rumah ini dibangun dengan filosofi menghargai kaum perempuan.
Yang disimbolkan dengan adanya dua meja di rumah ini. Dimana, satu meja
ditempatkan di depan untuk kaum perempuan, yang artinya bahwa kaum perempuan
lebih diutamakan. Sementara meja satunya berada di paling belakang rumah, yaitu
meja kaum laki – laki. Dimana memiliki arti bahwa kaum laki – laki siap
melindungi dari belakang.
10.Suku
Tanimbar
Sumber: facebook.com
Suku Tanimbar biasa
menyebut diri mereka sebagai Orang Numbar. Sebagian besar Suku Tanimbar memeluk
agama Katolik, sisanya adalah Kristen dan Islam. Dan bahasa yang digunakan
untuk komunikasi sehari – hari adalah bahasa Melayu Ambon, bahasa Kei, dan bahasa
Fordata.
Karya- Lanjar
Komentar
InsyaAllah karya blog teman teman menjadi amal kebaikan untuk kalian
Jazakumullah Khairan katsiran